Press Release: Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam di Vanuatu

Press Release: Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam di Vanuatu
Foto: Penggalangan dana Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam Vanuatu, di Lampu Merah Dok. II Kota Jayapura, West Papua. Aksi ini tidak bertahan lama karena Polisi Indonesia datang menangkap mereka dan dibawa ke kantor Polisi untuk diperiksa, Rabu (29/03/2023).
Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam di Vanuatu

Press Release | 29 Maret 2023

Aksi Penggalangan Dana Solidaritas West Papua untuk Korban Bencana Alam Vanuatu Diblokade dan Dibubarkan Paksa oleh Polisi Indonesia, dan 20 Orang Lainnya Ditangkap

Pada hari ini, Rabu 29 Maret 2023 rakyat West Papua bersama sejumlah aktivis kemanusiaan turun ke jalan dalam rangka melakukan aksi penggalangan dana solidaritas West Papua untuk Korban bencana alam Vanuatu. Aksi dilakukan di sejumlah titik di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura (Sentani), West Papua. Namun aksi solidaritas kemanusiaan ini telah direspon oleh Polisi Indonesia dengan melakukan pemblokadean, pembubaran secara paksa dan penangkapan terhadap beberapa koordinator lapangan di beberapa titik, dengan alasan bahwa aksi tersebut tidak mendapat izin dari institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Press Release: Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam di Vanuatu
Foto: Polisi Indonesia mendatangi Posko Umum penggalangan dana Solidaritas West Papua untuk Bencana Alam Vanuatu, yang berlokasi di Sentani, Jayapura (29/03/2023).
Pemblokadean: Pagi ini, sekitar pukul 8:00 waktu West Papua, Polisi (Polri) dan Tentara Indonesia (TNI) dengan kekuatan bersenjata lengkap mendatangi Posko Umum Penggalangan Dana Solidaritas West Papua untuk Vanuatu yang bertempat di Sentani untuk menemui koordinator umum Allen Halitopo (Ketua KNPB Wilayah Sentani). Setibanya di Posko Umum, Polisi melakukan negosiasi agar aksi penggalangan dana tidak dilakukan karena tidak diizinkan, namun Allen Halitopo mengatakan: “Ini adalah aksi solidaritas kemanusiaan sebagai sesama melanesia [untuk Vanuatu] dan juga sebagai sesama anggota MSG (Melanesia Spearhead Group). Indonesia dan West Papua (ULMWP) sama-sama anggota MSG, maka punya tanggung jawab moral untuk bersolidaritas kemanusiaan terhadap sesama anggota yang terkena dampak bencana seperti Vanuatu sekarang. Polisi tidak bisa mempolitisir ini aksi kemanusiaan ini”.

Sempat terjadi negosiasi panjang antara ketua Posko dan Polisi Indonesia agar aksi kemanusiaan tersebut dapat berjalan, namun Polisi Indonesia tetap saja mempertahankan sikapnya untuk melarang agar aksi tersebut tidak dilakukan.

Pembubaran paksa: Siang sekitar pukul 11.00 waktu West Papua, beberapa koordinator aksi turun jalan di titik lampu merah Pasar Lama – Sentani dengan memegang baliho bertuliskan: ULMWP Provisional Government Solidarity for Natural Disasters in Vanuatu beserta gambar-gambar korban bencana alam Vanuatu. Sekitar pukul 11.20 Polisi Indonesia dari Resor Kabupaten Jayapura (Polres Jayapura) tiba di tempat dan membubarkan aksi tersebut secara paksa.

Di titik Abepura, sekitar pukul 11.14 sejumlah aktivis kemanusiaan bersama rakyat West Papua turun jalan memegang baliho bergambar bencana alam Vanuatu dan foto-foto korban bencana. Tidak lama kemudian, Polisi Indonesia dari Sektor Abepura (Polsek Abupura) tiba di titik aksi Lampu Merah Abepura dan menghadang masa aksi untuk tidak melakukan aksi penggalangan dana solidaritas kemanusiaan untuk bencana alam Vanuatu. Sempat terjadi negosiasi antara koordinator lapangan setempat dengan Polisi yang mendatangi, tetapi tetap saja Polisi bersikeras untuk tetap membubarkan aksi tersebut secara paksa. Mereka dibawa ke kantor Polisi Polsek Abe dan dikeluarkan kembali.
Foto: Penggalang dana yang ditangakap dan dibawa ke kantor Polisi Kota Jayapura, Rabu (29/03/2023).
Penangkapan: Siang tadi sekitar pukul 13.45 waktu West Papua, aksi turun jalan penggalangan dana di titik Lampu Merah Dok. 2 Kota Jayapura, yang dipimpin koordinator setempat Kaitanus Ikinia (Staf Kementerian Urusan Politik, Pemerintah Sementara ULMWP) didatangi oleh Polisi Indonesia dari Resor Kota Jayapura (Polresta Jayapura) dengan senjata lengkap. Tanpa banyak bernegosiasi, Polisi langsung bertindak melakukan penangkapan terhadap staf kementerian Pemerintah Sementara ULMWP yang turut turun jalan bersama sejumlah aktivis kemanusiaan.

Nama-nama yang ditangkap sebagai berikut:
  1. Kaitanus Ikinia, staf Pemerintah Sementara ULMWP
  2. Ribka Komba, staf Pemerintah Sementara ULMWP
  3. Vino Pahabol, aktivis KNPB wilayah Sentani
  4. Jimmy Boroway, aktivis KNPB wilayah Numbay
  5. Nefron Tabuni, aktivis
  6. Turbo Gombo, aktivis
  7. Melki Siep, aktivis KNPB Sentani
  8. Vitus Melambo, aktivis
  9. Adam Kisah, aktivis
  10. Epison Payumka, aktivis KNPB Sentani
  11. Mesak Mul, aktivis aktivis KNPB Sentani
  12. Aben Bamu, aktivis
  13. Yuli Basini, aktivis KNPB Sentani
  14. Yenus Dipur, aktivis KNPB Sentani
  15. Sem R. Kulka, aktivis KNPB Sentani
  16. Senong Wisal, aktivis
  17. Oppy Wenda, aktivis
  18. Lodha komba, aktivis
  19. Elisabeth Tabuni, aktivis
  20. Amelia Wenda, aktivis
Setelah dibawa ke kantor Polisi Polresta Jayapura, mereka menjalani pemeriksaan dan dikeluarkan pukul 14.30 siang.

Peristiwa 2015 dan 2018 Terulang Kembali

Pada bulan Maret 2015, ketika Vanuatu mengalami bencana alam angin topan berskala besar, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Yahukimo bersama rakyat West Papua melakukan penggalangan dana di sana, namun Polisi mendatanginya dan membubarkan secara paksa dengan mengeluarkan tembakan hingga mengakibatkan 1 orang kepala kampung setempat meninggal dunia dan 5 orang lainnya mengalami luka tembakan yang serius. Sejumlah Uang puluhan juta rupiah (Rp) yang terkumpul pada aksi solidaritas penggalangan dana tersebut pun diambil (dicuri) oleh Polisi Indonesia.

Hal yang sama juga pada April 2018, ketika Papua New Guinea (PNG) terkena bencana alam gempa bumi, rakyat West Papua turun jalan melakukan aksi solidaritas penggalangan dana di Jayapura dan sekitar, namun dalam aksi itu direspon oleh Kepolisian Indonesia dengan melakukan penangkapan terhadap 5 orang aktivis kemanusiaan.


Ketua Posko dan Koordinator Umum


Allen W. Halitopo

Kontak narsum:
+6282199158134 (Allen Halitopo)

(Dokumentasi terlampir)>>>>

Dialog Jakarta-Papua vs Resolusi ke PBB

Dialog Jakarta-Papua vs Resolusi ke PBB

Oleh: Dr. Ibrahim Peyon, Ph.D

Ada di ingatan kita, pada tahun 2017 petisi tuntutan referendum 1.8 juta tanda tangan rakyat West Papua masuk ke Komite Dekolonisasi PBB (C24), dan saat itu juga ada oknum orang Papua perintahkan agar dokumen tersebut dicabut dan diminta untuk segera minta maaf dalam waktu 1x24 jam.

Kemudian pada Agustus 2019, PIF (Pacific Islands Forum) keluarkan resolusi tentang desakan Komisaris Tinggi HAM PBB ke West Papua, dan Desember 2019 ACP adopsi itu, diikuti Belanda, Inggris, Polandia, Spanyol dan terakhir di Uni-Eropa. Total menjadi 108 negara anggota resmi PBB yang desak KT-HAM PBB ke West Papua.

Atas desakan itu, Indonesia dan orang Papua sendiri ke Jenewa menandatangani MoU Jeda Kemanusiaan untuk batalkan kunjungan PBB ke West Papua tersebut.

Negara-negara anggota MSG (Melanesia Spearhead Group): Vanuatu, Fiji, Kanaky, dan lainnya tegas dukung West Papua masuk menjadi full member di MSG, kemudian orang-orang Papua sendiri ke sana (Melanesia) bawa agenda KTT dan perpecahan ULMWP / atau dualisme ULMWP. Tujuan, jelas hambat ULMWP masuk full members karena ada dualisme.

Ketika, dukungan internasional menjadi nyata, dibuatlah perpecahan dalam tubuh lembaga perjuangan dengan menciptakan agenda-agenda tandingan /dualisme.

Baca juga: (Pemerintah Sementara, Pengakuan dan ULMWP Prov. Gov)

Kalo lihat cara-cara ini, kita tidak mengerti perjuangan model ini, apakah berjuang untuk merdeka atau berjuang untuk perbaiki citra demokrasi di negara yang ada ini [Indonesia].

Perjuangan ini dihancurkan oleh orang Papua sendiri atas nama perjuangan itu sendiri.

Kesimpulan saya, semua ini terjadi antara agenda dialog Jakarta-Papua vs agenda resolusi ke PBB. Dialog Jakarta-Papua jelas ikuti konsep resolusi Aceh, sedang Resolusi ke PBB ikuti konsep resolusi Timor Leste. Silahkan Rakyat Papua menilai dan memilih sendiri. Mana yang diuntungkan.

Catatan ini berdasarkan dokumen-dokumen resmi, bisa dibuktikan bila ada yang bantah.

___
Penulis adalah antropolog Papua dan akademisi Universitas Cenderasih.

Pemerintah Sementara, Pengakuan dan ULMWP Prov. Gov

Pemerintah Sementara, Pengakuan dan ULMWP Prov. Gov
Foto: Deklarasi Panitia Penyambutan Komisaris Tinggi HAM PBB di Wamena, 14 Maret 2022. (https://papuainside.com)

Oleh: Andreas H

Pemerintahan Sementara

Provisional Government atau Pemerintahan Sementara merupakan suatu bentuk pemerintahan yang dibentuk dalam situasi darurat atau masa transisi menuju pemerintahan yang baru untuk pemerintah tetap (permanent). Pemerintahan sementara sering dibentuk dengan tujuan untuk mengambil alih fungsi pemerintahan yang ada sebelumnya.

Berdasarkan hukum internasional, pembentukan Pemerintahan Sementara diakui sebagai suatu tindakan yang sah dalam kondisi darurat atau situasi yang tidak stabil. Namun, keberadaan pemerintahan sementara ini harus tetap dalam koridor hukum yang berlaku, sehingga seluruh tindakan dan keputusan yang diambil harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum internasional serta peraturan-peraturan yang berlaku di dalamnya.

Pemerintahan sementara biasanya memiliki kewenangan yang terbatas dan hanya bertugas untuk menjalankan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu yang singkat. Seiring dengan berakhirnya masa transisi atau stabilnya keadaan negara, Pemerintahan Sementara akan dibubarkan dan digantikan oleh pemerintahan yang baru melalui proses yang telah diatur oleh hukum dan konstitusi yang berlaku.

Pengakuan

Sebagai sebuah entitas politik, sebuah Pemerintahan Sementara harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu untuk diakui sebagai pemerintah yang sah menurut hukum internasional. Kriteria tersebut meliputi dukungan rakyat yang kuat, kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum internasional, serta memenuhi syarat-syarat administratif dan diplomatik yang ditetapkan oleh negara-negara lain.

Pengakuan atas Pemerintahan Sementara oleh negara-negara lain bersifat sukarela dan tergantung pada pertimbangan politik, keamanan, dan kepentingan ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, legalitas dan legitimasi Pemerintahan Sementara ULMWP masih diperdebatkan dan menjadi subjek perdebatan yang kompleks.

Dalam konteks hukum internasional, pengakuan atas Pemerintahan Sementara ULMWP oleh pihak-pihak tertentu dapat memiliki implikasi hukum yang signifikan, seperti mempengaruhi kedudukan hukum West Papua dalam hubungan internasional dan implikasi lainnya terhadap negara Indonesia. Oleh karena itu, pengakuan terhadap Pemerintahan Sementara ULMWP perlu dilihat dengan cermat dan hati-hati, serta mempertimbangkan aspek-aspek hukum dan politik yang relevan.

Dalam konteks hukum internasional juga, pengakuan terhadap sebuah Pemerintahan Sementara dapat diberikan oleh negara-negara, organisasi internasional, atau individu. Pengakuan dapat bersifat eksplisit atau implisit, tergantung pada bentuk dan substansi yang diambil oleh pihak yang memberikan pengakuan.
  • Eksplisit pengakuan adalah pengakuan yang diberikan secara tegas dan resmi oleh pihak yang memberikannya. Bentuk pengakuan eksplisit dapat berupa pengakuan diplomatik, pengakuan politik, atau pengakuan hukum. Pengakuan diplomatik melibatkan pengiriman duta besar atau konsul oleh negara pengakui ke negara yang diterima, sementara pengakuan politik melibatkan pengakuan oleh pihak-pihak politik atau organisasi internasional. Pengakuan hukum melibatkan pengakuan oleh para ahli hukum atau pengadilan internasional.
  • Implisit pengakuan, di sisi lain, dapat terjadi ketika pihak-pihak lain berinteraksi dengan Pemerintahan Sementara secara konsisten dan teratur, dan mengakui keberadaan dan otoritas Pemerintahan Sementara dalam tindakan mereka. Implikasi pengakuan implisit biasanya kurang signifikan dari pengakuan eksplisit, karena dapat dipahami sebagai bentuk tindakan pragmatik yang lebih dari pada pengakuan hukum yang eksplisit.
Dalam konteks Pemerintahan Sementara ULMWP, pengakuan eksplisit dari negara-negara lain terhadap Pemerintahan Sementara perlahan sedang berlangsung. Dan dukungan terhadap kemerdekaan West Papua dan kritik terhadap Indonesia sering kali datang dari organisasi hak asasi manusia dan kelompok aktivis internasional, dan dapat bermuara pada pengakuan hukum terhadap Pemerintahan Sementara ULMWP.

Selain faktor pengakuan hukum, keberadaan sebuah Pemerintahan Sementara juga bergantung pada faktor-faktor politik dan keamanan di wilayah yang mereka klaim untuk memerintah. Hal ini berkaitan dengan kapasitas Pemerintahan Sementara untuk mempertahankan keamanan dan ketertiban dalam wilayah yang mereka klaim, serta menjalankan fungsinya sebagai pemerintah yang efektif.

Di sisi lain, negara yang terkena dampak dari Pemerintahan Sementara biasanya akan merespon dengan berbagai upaya, baik melalui cara-cara diplomatik maupun militer, untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya. Oleh karena itu, keberadaan Pemerintahan Sementara dapat menghadirkan tantangan politik dan keamanan yang signifikan bagi negara yang mereka klaim sebagai wilayah mereka.

Dalam hal Pemerintahan Sementara ULMWP, Indonesia secara konsisten menolak klaim kemerdekaan West Papua dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya. Dalam konteks ini, keberadaan Pemerintahan Sementara ULMWP dapat menjadi sumber ketegangan dan konflik antara kelompok separatis West Papua dan pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu, dalam menanggapi keberadaan Pemerintahan Sementara ULMWP dan klaim kemerdekaan West Papua, penting untuk mempertimbangkan tidak hanya aspek hukum, tetapi juga faktor-faktor politik dan keamanan yang terkait. Upaya-upaya diplomasi, dialog, dan rekonsiliasi mungkin dapat menjadi alternatif yang lebih produktif daripada konfrontasi dan konflik bersenjata.

Dalam kasus Pemerintahan Sementara ULMWP, upaya-upaya dialog dan rekonsiliasi sejauh ini masih terbatas dan kompleks karena masalah-masalah sejarah, politik, dan keamanan yang rumit. Namun, beberapa negara dan organisasi internasional telah memperjuangkan hak-hak dan kepentingan rakyat West Papua dan meminta Indonesia untuk menghormati hak asasi manusia di wilayah tersebut.

Pada akhirnya, pengakuan internasional dan keberhasilan Pemerintahan Sementara ULMWP dalam memperjuangkan kemerdekaan West Papua bergantung pada sejumlah faktor, seperti dukungan dan pengakuan dari negara-negara lain, kemampuan Pemerintahan Sementara ULMWP dalam membangun institusi dan pemerintahan yang efektif, serta situasi politik dan keamanan di West Papua dan Indonesia secara keseluruhan.

Dalam konteks yang lebih luas, penting untuk diingat bahwa Pemerintahan Sementara adalah suatu bentuk pemerintahan yang tidak permanen dan biasanya bertujuan untuk menggantikan pemerintahan yang sah dan sudah mapan. Oleh karena itu, pendirian Pemerintahan Sementara harus diikuti dengan upaya-upaya untuk membangun pemerintahan yang sah dan mapan di wilayah yang diperjuangkan, dan juga dengan upaya-upaya untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.

Dalam kesimpulannya, Pemerintahan Sementara merupakan sebuah bentuk pemerintahan sementara yang didirikan oleh kelompok atau organisasi tertentu untuk memperjuangkan suatu tujuan politik atau kemerdekaan. Keberadaan sebuah Pemerintahan Sementara harus dipertimbangkan dari segi hukum, politik, dan keamanan, serta bergantung pada dukungan dan pengakuan internasional, kemampuan Pemerintahan Sementara dalam membangun institusi dan pemerintahan yang efektif, dan situasi politik dan keamanan di wilayah yang bersangkutan.
__
Penulis adalah tenaga ahli pada institusi Pemerintahan Indonesia di Provisi Papua.

Baca juga:

Suku Ketengban Membuka Posko Solidaritas West Papua untuk Vanuatu

 

FOTO: Deklarasi POSKO Solidaritas West Papua untuk Korban Bencana Alam Vanuatu di Suku Ketengban, Wilayah LA PAGO. (28/03/2023) Accepted westpapuasun.com

westpapuasun, 28 Maret 2023


La-Pago, Pegunungan Bintang | westpapuasun.com - Hari ini, Selasa (28 Maret2023), rakyat bersama Legislative Council Pemerintah Sementara ULMWP Suku Ketengban telah membuka posko penggalangan dana untuk korban bencana alam Vanuatu. Hal itu dikonfirmasi Salmun Basini selaku ketua posko di Suku Ketengban.

Pembukaan Posko ini dipimpin langsung oleh Sekertaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sentani Elinatan Basini dengan didampingi Ketua Legislative Council Suku Ketengban sebagai penanggung jawab. 
"Salmun mengatakan, pembukaan posko ini telah dihadiri dan disaksikan oleh rakyat setempat serta sejumlah elemen lain di Suku Ketengban mulai dari Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan dan juga di ikuti oleh 9 klen suku." ujarnya.

"Selaku ketua posko, saya meminta kepada seluruh rakyat yang ada di wilayah La-Pago, terlebih khusus Suku Ketengban, agar kita semua sama-sama menyalurkan sumbangan dana entah itu kecil atau besar jangan melihat nilai tapi apa adanya pada kita" imbuhnya.
"Sebab Vanuatu yang saat ini sedang mengalami bencana, merupakan keluarga kami orang Melanesia. Maka sudah menjadi tanggung jawab kami untuk saling tolong menolong baik lewat Doa, Daya dan Dana." ujarnya
"Sumbangan bisa di antarkan langsung di kantor Dewan Counchil Suku Ketengban" pesan Salmun.

ULMWP Provisional Government Solidarity for Natural Disaster In Vanuatu "Solidaritas West Papua untuk Korban Bencana Alam Vanuatu"


SALMUN BASINI
Ketua Umum Posko Suku Ketengban

HIMBAUAN UMUM | Posko Nasional Solidaritas West Papua untuk Vanuatu

 

FOTO: Kordinator Umum Posko Nasional Solidaritas West Papua untuk Vanuatu Ones Siringon (Kiri), JUBIR KNPB Sentani Vino Bahabol (Kanan). 27/03/2023 Accepted westpapuasun.com

WestPapuaSun, 27 Maret 2023

Sentani MAMTAwestpapuasun.com - Himbauan Umum Posko Nasional ULMWP Provisional Government Solidarity for Natural Disaster In Vanuatu, Solidaritas West Papua untuk Korban Bencana Alam Vanuatu.

Dapat Kami Himbaukan kepada seluruh Lapisan elemen bangsa, 7 Wilayah adat SAIRERI, DOMBERAY, BOMBERAY, LA PAGO, ANIM HA, MEE PAGO, MAMTA dan kepada Seluruh Rakyat, Bahwa; Kami akan turun ke jalan guna melakukan penggalangan dana untuk korban Bencana Alam Vanuatu. Ungkap Ones Siringon kepada awak Media Westpapua SUN.

Himbu Ones - Ia menyampaikan bahwa, pada hari Rabu dan Jumat (29-31 Maret 2023) kami seluruh Rakyat akan turun ke jalan melakukan penggalangan dana untuk korban bencana alam Vanuatu, sebab pada Pada awal Maret 2023 ini, Vanuatu telah dilanda bencana alam berupa gempa bumi dengan kekuatan 6,5 dan 5,4 skala Richter/SR, dan juga angin topan berkecepatan 130-185 km/jam bersamaan dengan hujan deras yang mengakibatkan dampak kerugian terhadap masyarakat Vanuatu. Kondisi ini memerlukan dukungan solidaritas dan perhatian dari seluruh masyarakat dunia, termasuk solidaritas dari kami West Papua juga mempunyai tanggung jawab moral. 

Waktu kami hanya 2 Minggu, Untuk itu di harapkan kepada rakyat dan Panitia di 7 wilayah adat, untuk mempersiapkan diri turun ke jalan melakukan aksi kemanusiaan. Untuk waktu dan Atribut bisa menyesuaikan di setiap wilayah. 

Dan juga dapat kami Himbaukan kepada semua rakyat yang ingin menyumbangkan Moril dan Materil bisa di Antar ke Posko Nasional di Sentani MAMTA. Tutup Ones.

Lanjut - Juru Bicara KNPB Sentani Vino Bahabol juga menyampaikan bahwa; dengan melihat Insiden musiba di Vanuatu ini, Pimpinan Legislatif Pemerintah Sementara ULMWP, West Papua Council telah mengeluarkan arahan umum maka, kami Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Sentani sebagai Media, telah membentuk POSKO NASIONAL pada 20 Maret 2023.

FOTO: Deklarasi POSKO Nasional, ULMWP Provisional Government Solidarity for Natural Disaster In Vanuatu (Solidaritas West untuk korban Bencana Alam Vanuatu)- 20/03/2023

Lanjut Bahabol, Kami KNPB Sentani tidak melihat persoalan Musiba yang di alami Vanuatu saat ini dari segi dan sudut pandang apapun, kami hanya ingin menunjukkan rasa kekeluargaan kami sebagai sesama bangsa rumpun Melanesia. Maka kami mengajak kepada semua lapisan bangsa, entah itu dari Rakyat, Gereja, Pemuda, Perempuan, Mahasiswa, LSM, DLL. Mari Sama-sama kita mengambil bagian dalam aksi penggalangan dana sesuai dengan yang di himbaukan umum oleh Posko Nasional.

Mari kita sama-sama tunjukkan rasa solidaritas kami kepada Vanuatu, rasa kekeluargaan kami kepada Vanuatu. Vanuatu merupakan bagian dari West Papua, West Papua merupakan bagian dari Vanuatu, Vanuatu dan West Papua merupakan satu kesatuan di dalam Melanesia; tutup Vino Bahabol.

---

Sebagai Tambahan, Kordinator Umum Posko Nasional telah mencantumkan No HP, guna informasi lebih lanjut: 0813-4020-0547 (Ones Siringon).

Bukan KTT II, ULMWP Siap Gelar Kongres

FOTO: Rapat Kabinet Terbatas (RKT) Pemerintah Sementara ULMWP Senin (09/01/2023). Accepted westpapuasun.com.

 West Papua SUN | 25 Maret 2023

WAMENA, westpapua.com Pemerintah Sementara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) akan menggelar KONGRES berdasarkan KTTLB yang telah diadakan tahun 2020, bukan KTT II.

Demikian penjelasan Simion R. W. Surabut, sekretaris West Papua Council pada Pemerintahan Sementara ULMWP, Sabtu (25/3/2023) di Wamena, menanggapi desakan dari Petisi Rakyat Papua (PRP) melalui siaran pers bertajuk “PRP Desak ULMWP Gelar KTT II”. https://suarapapua.com/2023/03/16/prp-desak-ulmwp-gelar-ktt-ii/

“Terkait desakan PRP [Petisi Rakyat Papua] terhadap ULMWP untuk gelar KTT II, ULMWP tidak akan pernah gelar KTT II ULMWP. Yang pastinya ULMWP hanya bisa menggelar kongres atau kongres luar biasa sesuai ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) ULMWP,” jelas Surabut.

Pernyataan dari PRP yang bersifat ultimatum kepada ULMWP itu dianggap kurang tepat karena menurut Surabut, PRP adalah panitia untuk menggalang petisi rakyat Papua.

“PRP selaku panitia penggalangan petisi rakyat silahkan saja mengajukan usul dan saran bersifat aspiratif kepada ULMWP untuk dapat ditindaklanjuti sesuai mekanisme konstitusional. Secara organisatoris, PRP tidak dapat dibenarkan jika memberikan ultimatum atau mengancam eksistensi organisasi politik bangsa Papua. Justru sebaliknya, organisasi politiklah yang harus member warning atau ultimatum kepada kinerja kepanitiaan. Sebab kepanitiaan itu diberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu oleh pimpinan organisasi politik,” tuturnya.

Dijelaskan, pemberlakuan UUDS pun melalui berbagai proses yang panjang. Pansus yang terdiri dari representai NRFPB, WPNCL dan PNWP telah merampungkan dan merumuskan draf RUUS yang diadakan selama dua pekan di Sentani.

“Setelah melakukan proses ini, panitia telah menggelar sebuah forum bernama KTTLB ULMWP. Dalam KTTLB tahun 2020, peserta yang terdiri dari Executive Council, Legislative Council dan Judicative Council serta organisasi afiliasi lainnya, telah membahas, memutuskan, menetapan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara (RUUDS) itu menjadi Undang-Undang yang kini kita sebut dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS),” bebernya.

Surabut menyatakan, ada hal yang perlu diketahui bahwa secara konstitusional dasar hukum ULMWP bukan lagi By Law 2014 atau konstitusi 2017. Tetapi sejak 2020, ULMWP telah memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS).

“Surat penetapan dan berita acara pengesahan itu telah dibacakan oleh pimpinan legislatif selaku pimpinan sidang, sebab KTT adalah ajangnya. Bukti dokumennya dalam bentuk naskah, file, audio visual, serta video klip pada saat pembacaan surat penetapan dan berita acara yang ditandatangani itu secara lengkap ada sampai saat ini. Saudara Markus Haluk, Manase Tabuni, dan Daniel Randongkir selaku anggota pansus KTT dan anggota eksekutive council terlibat aktif mengikuti proses hingga selesai. UUDS sudah sah dan legal sejak tanggal ditetapkan,” tegasnya.

Menurut Surabut, semua pengistilahan untuk penyebutan nama-nama forum dan pimpinan di dalam ULMWP pun telah berubah, yaitu nama KTT telah dirubah menjadi kongres, bentuknya juga telah diubah menjadi Pemerintahan Persatuan Sementara dan waktu berlakunya kepemimpinanpun telah berubah.

“Tidak ada alasan apapun untuk menyangkal dan melakukan penipuan, kemudian mendesak agar menggelar nama sebuah forum yang merupakan bukan ketentuan secara konstitusional,” tutup Surabut.

Isu West Papua adalah “alat mengemis” bagi negara-negara kecil di Pasifik: kata Prof Hikmahanto

Isu West Papua adalah “alat mengemis” bagi negara-negara kecil di Pasifik: kata Prof Hikmahanto
JAKARTA, Indonesia -- 
Seorang akademisi terkemuka Indonesia yang juga Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Dr Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa lompatan politik terkait isu West Papua di negara kepulauan Samudera Pasifik ini lebih kepada 'tujuan meminta bantuan dari Indonesia'.
“Kadang-kadang alasannya adalah solidaritas negara-negara Pasifik tetapi kadang-kadang Indonesia memberikan pemanis (bantuan materi),” kata Prof. Hikmahanto kepada Media Indonesia, Sabtu (11/03).
Demikian disampaikan Profesor Hikmahanto menanggapi pertemuan Perdana Menteri Fiji, Hon. Sitiveni Rabuka bersama Benny Wenda Presiden Pemerintah Sementara ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) Februari 2022 di Suva.

Menurutnya, dukungan Fiji terhadap perjuangan kemerdekaan West Papua tidak akan berdampak signifikan sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
“Tinggal mengedukasi masyarakat kita bahwa selama bukan negara besar, tidak perlu terlalu khawatir,” ujarnya.
Dinna Prapto Raharja, pendiri Synergy Policies, sebuah think-tank independen dan konsultan kebijakan publik, mengatakan Indonesia tidak boleh mengandalkan nota protes terhadap sikap Fiji. Jakarta perlu mengadopsi sejumlah pendekatan untuk membelakangi Organisasi Papua Merdeka.
"Nota protes adalah mekanisme prosedural, jadi seharusnya bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan pemerintah Fiji," katanya.
Ia mengatakan, Indonesia membutuhkan pendekatan strategis dengan pemerintah Fiji agar dukungan itu dicabut. Misalnya dengan memperkuat kerjasama ekonomi dan lain-lain.

Dalam dua minggu terakhir, seluruh jagad Indonesia ramai membicarakan dukungan Fiji terhadap keanggotaan West Papua di Melanesian Spearhead Group (MSG) yang disampaikan secara terbuka oleh Perdana Menteri Fiji, Hon. Sitiveni Rabuka (24/02), RNZ.

Pengaruh Fiji Kecil

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Yogyakarta (UMY) Faris Al Fadhat mengapresiasi langkah Kementerian Luar Negeri yang mengeluarkan nota protes terhadap pemerintah Fiji. Indonesia perlu memperkuatnya dengan sejumlah langkah diplomasi.
“Seperti diketahui, Perdana Menteri (PM) Fiji Sitiveni Rabuka beberapa waktu lalu bertemu dengan Benny Wenda yang merupakan pemimpin separatis. Dalam hal ini, respon pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dengan mengirimkan nota protes kepada pemerintah Fiji sudah tepat,” kata Wakil Rektor UMY(11/3).
Menurut dia, nota protes resmi yang dikirimkan ke Kedutaan Besar Fiji di Jakarta pada 23 Februari 2023 patut diapresiasi, sebagai kebijakan tegas pemerintah Indonesia. Ini merupakan langkah diplomasi yang dapat diambil oleh semua negara ketika ada intervensi negara lain terhadap masalah dalam negeri.

Dia menyebut sikap Fiji yang dinilai tidak menghormati otoritas politik Indonesia itu meresahkan. Tapi juga tidak perlu reaksioner dan dibesar-besarkan.

Fiji adalah negara kecil dengan jumlah penduduk tidak lebih dari satu juta orang sehingga pengaruhnya juga kecil. Nota protes yang diajukan juga benar.

Kebijakan ini perlu diperkuat lagi. Nada-nada protes perlu diperkuat lagi dengan diplomasi lanjutan. Setidaknya ada dua langkah.

Pertama, kata Faris, diplomasi Indonesia ke Fiji dan beberapa negara di kawasan Pasifik perlu ditingkatkan. Langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi Fiji dan Kepulauan Solomon pada September 2022 sangat tepat.

Namun, hal ini tampaknya tidak berdampak signifikan terhadap hubungan saling menghormati antara kedua negara. Fiji terus menunjukkan sikap mendukung Gerakan Papua Merdeka dan tidak menghormati pemerintah Indonesia dalam menangani masalah politik dalam negeri.
“Oleh karena itu, diplomasi harus terus dilakukan, baik melalui kementerian luar negeri Fiji, parlemen, hingga perdana menteri sendiri,” ujarnya.
Kedua, kerja sama ekonomi harus terus ditingkatkan di masa mendatang. Meskipun penduduk Fiji relatif kecil, hubungan perdagangan dan investasi penting untuk membangun hubungan diplomatik yang lebih baik.
“Ketergantungan Fiji yang semakin besar terhadap perekonomian Indonesia akan semakin mengurangi rintangan diplomasi yang ada saat ini,” pungkasnya.
© All rights reserved 2021 - 2023
Made with by West Papua SUN